GIANYAR – Dalam rangka HUT ke-20, Ubud Hotel Association (UHA) menggelar dua ajang bergengsi, yaitu Ubud Chef Competition ke-8 dan Ubud Latte Art Competition ke-6. Acara ini berlangsung di Balai Udang, Gianyar, dan menjadi panggung bagi pelestarian budaya Bali yang sarat makna melalui eksplorasi kuliner dan seni, Jumat (29/11/2024)
Ketua panitia, Nyoman Tridasena Karilo, mengungkapkan bahwa tema besar kompetisi kuliner tahun ini adalah Sate Pemade, sebuah sajian tradisional Bali yang tidak hanya memiliki cita rasa khas, tetapi juga menyimpan filosofi mendalam.
“Sate Pemade dulunya digunakan sebagai simbol undangan dalam acara adat, dengan jumlah tusuk sate yang mencerminkan tingkat kehormatan penerima. Tradisi ini masih dilestarikan di banyak wilayah Gianyar, termasuk Ubud,” jelasnya.
Sate Pemade disajikan bersama lawar, urutan, serapah, dan sambal khas Bali. Dalam kompetisi ini, peserta diminta menciptakan variasi modern dari sajian tradisional ini dengan tetap menjaga keaslian makna.
“Dengan pendekatan kontemporer, kami ingin memastikan tradisi ini tetap relevan di era modern, sekaligus menarik minat wisatawan,” tambah Tridasena.
Sejak dahulu, makanan memiliki peran penting dalam budaya Bali, tidak hanya sebagai konsumsi, tetapi juga sebagai simbol komunikasi dalam kehidupan adat. Filosofi Sate Pemade misalnya, merefleksikan struktur sosial dan spiritual masyarakat Bali. Sajian ini dahulu disampaikan sebagai undangan kepada tokoh adat seperti sulinggih (pemimpin spiritual) dan prajuru desa (perangkat desa), dengan jumlah tusuk sate yang menunjukkan hierarki kehormatan penerima.
Ketua UHA, Putu Surya Arysoma, menegaskan pentingnya upaya pelestarian budaya melalui kegiatan seperti ini.
“Melalui tema Unity, Progress, Impact, kami berharap seluruh SDM di Ubud tidak hanya memiliki keterampilan yang unggul, tetapi juga memahami pentingnya budaya dalam pariwisata. Wisatawan datang ke Ubud bukan hanya untuk pemandangan, tetapi juga untuk merasakan keaslian tradisi Bali yang kaya,” ungkapnya.
Sebagai destinasi wisata Gastronomi dunia yang diakui oleh United Nations World Tourism Organization (UNWTO), Ubud terus menempatkan tradisi sebagai daya tarik utama. Sejak zaman penjajahan Belanda, budaya Bali telah menarik perhatian dunia, termasuk seni kuliner seperti sate yang sarat filosofi. Tradisi ini bahkan menjadi alasan wisatawan mancanegara mengunjungi Ubud, menciptakan pilar utama pariwisata berbasis budaya.
“Melalui kompetisi ini, kami ingin memastikan bahwa budaya Bali tetap lestari. Filosofi yang terkandung dalam makanan seperti Sate Pemade bukan hanya cerita, tetapi juga identitas masyarakat Bali,” tutup Arysoma.
Dengan acara seperti ini, UHA tidak hanya menjadi organisasi yang mendukung profesionalisme di sektor perhotelan, tetapi juga menjadi penjaga warisan budaya yang tak ternilai. Ubud pun akan terus menjadi simbol keaslian tradisi Bali di mata dunia.
Dalam ajang kompetisi yang diikuti oleh 120 anggota UHA yang berasal dari berbagai hotel dan resort di Ubud ini, menghasilkan beberapa pemenang, untuk Ubud Chef Competition, yakni;
Juara 1, Tejaprana Bisma
Juara 2, Goya Boutique Resort
Juara 3, Sakti Garden Resort & Spa. Sementara itu, penghargaan Best Presentation diberikan kepada Tejaprana Resort & Spa.
Di sisi lain, Ubud Latte Art Competition, yang menunjukkan keunggulan para barista lokal, menghasilkan daftar pemenangnya, yakni;
Juara 1, The Royal Pita Maha,
Juara 2, Goya Boutique Resort
Juara 3, Plataran Resort Ubud
Para pemenang akan menerima penghargaan resmi pada puncak perayaan HUT UHA ke-20 yang akan berlangsung di The Jungle Club Ubud pada 6 Desember 2024 mendatang. (E’Brv)