DENPASAR – Ruang Darmawangsa di Kantor Wilayah Kemenkum Bali hari ini menjadi saksi sebuah rekonsiliasi bisnis yang langka. PT Mitra Bali Sukses, pemegang lisensi Mie Gacoan, resmi menyelesaikan pembayaran royalti senilai Rp2,2 miliar kepada Lembaga Manajemen Kolektif Sentra Lisensi Musik Indonesia (LMK SELMI). Pembayaran yang mencakup periode 2022-2025 ini mengakhiri sengketa hak cipta yang sempat memanas.
Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas hadir menyaksikan penandatanganan perdamaian. “Ini bukan sekadar tentang angka, tapi tentang kebesaran hati kedua belah pihak,” ujarnya, Jum’at (08/08/2025). Ia menekankan, penyelesaian ini menjadi contoh berharga bagi dunia usaha dalam menghormati Hak Kekayaan Intelektual (HAKI).
Kisah ini bermula ketika LMK SELMI menagih royalti atas penggunaan musik di 65 gerai Mie Gacoan se-Indonesia. Perhitungan didasarkan pada jumlah gerai dan kursi, sesuai peraturan yang berlaku. Proses mediasi yang alot selama tiga kali pertemuan akhirnya membuahkan hasil.
“Kami apresiasi respons cepat kedua pihak. Ini membuktikan masalah HAKI bisa diselesaikan dengan dialog,” kata Eem Nurmanah, Kepala Kanwil Kemenkum Bali. Ia berharap kasus ini menjadi preseden baik bagi pelaku usaha lain.
I Gusti Ayu Sasih Ira Pramita, Direktur PT Mitra Bali Sukses, mengaku lega. “Yang penting kami sudah berdamai. Royalti sudah dibayar, dan kami akan terus memutar musik dengan legal,” ujarnya.
Di balik angka Rp2,2 miliar, tersimpan cerita yang lebih dalam. Menteri Supratman mengungkapkan, Indonesia masih tertinggal dalam penghimpunan royalti. “Malaysia yang lebih kecil bisa mengumpulkan Rp600-700 miliar per tahun. Kita baru Rp270 miliar,” paparnya.
Fakta menyedihkan muncul ketika seorang pencipta lagu hanya menerima Rp60 ribu royalti per tahun. “Ini yang harus kita perbaiki. Royalti bukan untuk negara, tapi untuk menghidupi kreator,” tegas Supratman.
Ramsudin Manulang dari LMK SELMI menjelaskan, perhitungan royalti dilakukan transparan. “Kami hitung berdasarkan aturan. 65 gerai Mie Gacoan memang wajib bayar Rp2,2 miliar untuk empat tahun,” jelasnya.
Kasus ini menjadi pembelajaran berharga. Bukan hanya tentang kepatuhan hukum, tapi juga tentang membangun ekosistem yang adil bagi kreator musik. Seperti diungkapkan Menteri Supratman: “Ketika hak cipta dihargai, kreativitas akan tumbuh subur.”
Dengan berakhirnya sengketa ini, Mie Gacoan bisa kembali fokus berbisnis, sementara musisi Indonesia mendapat pengakuan atas karya mereka. Sebuah kemenangan untuk semua pihak dan bukti bahwa hukum bisa menyatukan, bukan memecah belah. (Tim/Red)