Close Menu
    What's Hot

    18 June 2025

    Bali Hadir di Eropa, Menbud Fadli Zon Resmikan Pusat Kebudayaan Bali Terbesar di Polandia

    17 June 2025

    Kejaksaan Agung Memeriksa 3 Orang Saksi, Terkait Perkara Pemberian Kredit PT Sritex

    16 June 2025

    Gen Z Nak Bali Gelorakan Spirit Bung Karno Berikan Edukasi Anti Hoax dan Opini Negatif

    15 June 2025
    Facebook Instagram
    Facebook X (Twitter) Instagram
    cakranews8.com
    • Beranda
    • Berita
    • Artikel
    • Politik
    • Ekonomi
    • Nasional
    • Pariwisata
    cakranews8.com
    Home»Berita»Kebakaran Jenggot di Senayan: Tuduhan Judi Bikin Politisi Loncat Lebih Cepat dari Rapat Paripurna
    Berita

    Kebakaran Jenggot di Senayan: Tuduhan Judi Bikin Politisi Loncat Lebih Cepat dari Rapat Paripurna

    By ebravenanda10 April 20254 Mins Read
    Facebook Twitter Email Telegram WhatsApp Copy Link
    Share
    Facebook Twitter Email Telegram WhatsApp Copy Link

    JAKARTA – Belum selesai rakyat mencerna harga sembako yang naik turun seperti sinyal internet di pelosok, kini publik dihidangkan tontonan seru: drama baru bertajuk “Dasco dan Dugaan Kasino yang Tidak Disebut Tapi Disebut”.

    Majalah Tempo terbit 7 April 2025 menyulut api dengan hanya satu kalimat: “Nama Sufmi Dasco Ahmad ikut mencuat.” Kalimat sederhana, tapi efeknya seperti menyiram bensin ke unggun ego politisi. Reaksinya? Cepat, emosional, dan penuh semangat seperti pembelaan saat jatah reses terancam.

    Tidak butuh waktu lama, Habiburokhman—politisi yang dulu dikenal getol membela kebebasan pers—mendadak berubah menjadi jaksa agung pribadi untuk membela sahabat separtainya. Dalam sebuah tulisan panjang yang mengalir deras seperti air bah di musim hujan, ia menyebut Tempo melakukan “fitnah dan insinuasi tingkat tinggi”.

    “Saya ini dulu korban pembredelan,” katanya, seraya mengangkat bendera nostalgia. Namun anehnya, kini ia justru ingin membredel narasi yang mengganggu kenyamanan kolega politiknya.

    Tempo tidak secara eksplisit menuduh Dasco bermain judi. Mereka hanya bilang “namanya mencuat” dalam laporan tentang kasino darat dan online di Kamboja. Seperti menyajikan semangkuk bubur panas ke publik, lalu bilang, “Kami tidak bilang itu milik siapa-siapa, tapi ada rasa-rasa familiar.”

    Habiburokhman, tentu saja, tak tinggal diam. Ia membedah kalimat Tempo seperti seorang ahli forensik bahasa. “Lihat cover-nya! Lihat halamannya! Tidak ada bukti, tapi ada insinuasi!” teriaknya, meski belum tentu rakyat membaca sampai halaman 60.

    Lucunya, isu ini menjadi sensitif bukan karena rakyat percaya atau tidak, tapi karena mendadak para politisi menjadi sangat rajin membela nama baik—sesuatu yang jarang terdengar saat DPR dicap sebagai lembaga paling korup se-Indonesia. Ketika ada indeks korupsi yang menyebut DPR terburuk, tidak ada yang membuat opini balasan. Tapi saat disebut “ikut mencuat” dalam dugaan judi, langsung muncul esai sepanjang skripsi.

    Artikel lain  Kejaksaan Agung Periksa 3 Saksi Terkait Dugaan Perintangan Penanganan Perkara Korupsi

    “Mungkin karena kalau soal korupsi udah kebal, tapi judi belum,” ujar seorang pengamat politik warung kopi.

    Narasi ini terlalu absurd untuk disebut konspirasi. Ini lebih mirip komedi situasi: nama disebut setengah, respons politikus satu paket. Belum ada bukti, tapi sudah ada pembelaan. Seperti orang disindir di status Facebook dan beberapa media online, lalu langsung tersinggung padahal belum tentu dituju.

    Dan tentu saja, semua dibungkus atas nama ‘cinta demokrasi’ dan ‘kehormatan lembaga’. Padahal yang sedang dijaga bukan lembaganya, tapi gengsinya.

    Di tengah drama elite, rakyat masih punya akal. “Kalau nggak terlibat, ngapain marah? Kecuali yang disebut memang pas di hati,” kata Ibu-ibu penjual nasi uduk yang heran kenapa DPR jarang secepat ini bereaksi soal bansos atau harga beras.

    Pernyataan politisi Partai Gerindra, Habiburrohman, yang membela rekan separtainya, Sufmi Dasco Ahmad, dari berbagai kritik publik mendapat tanggapan keras dari Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA., sekaligus Alumni Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) 48 Lemhannas RI tahun 2012, Kamis (10/4/2025).

    Dalam sebuah pernyataan yang beredar, Habiburrohman menyebut kritik terhadap Dasco sebagai bentuk fitnah dan tidak berdasar. Ia bahkan menegaskan bahwa loyalitas terhadap partai dan pimpinan harus dijaga, terutama menjelang dinamika politik nasional yang memanas.

    Namun, Wilson Lalengke menilai pernyataan Habiburrohman justru menjadi potret nyata matinya nalar kritis di tengah kultur politik yang sarat pencitraan. Dalam sebuah wawancara terbuka, Wilson menyebut pembungkaman kritik adalah bentuk kemunduran demokrasi.

    “Loyalitas itu tidak berarti membabi buta. Kritik terhadap pejabat publik, termasuk Dasco, adalah bagian dari kontrol sosial yang sah dan dilindungi konstitusi,” tegas Wilson.

    Artikel lain  Gen Z Nak Bali Gelorakan Spirit Bung Karno Berikan Edukasi Anti Hoax dan Opini Negatif

    Menurut Wilson, sikap elit politik yang langsung defensif ketika tokohnya dikritik, justru menyingkap ketakutan akan terbongkarnya realitas yang tak ingin diketahui publik. Ia menilai bahwa rakyat berhak mempertanyakan rekam jejak, integritas, serta keputusan yang diambil para pemimpin, apalagi jika menyangkut kebijakan strategis.

    “Mengapa harus alergi terhadap kritik? Kalau memang bersih dan jujur, biarkan rakyat yang menilai. Jangan menuduh semua pengkritik sebagai penyebar fitnah,” ujarnya tajam.

    Wilson menilai Habiburrohman mencoba membelokkan opini publik dengan memelintir semangat kebebasan berekspresi menjadi ancaman terhadap stabilitas politik. Padahal, lanjutnya, kritik merupakan fondasi penting demokrasi.

    “Tugas utama wakil rakyat bukan melindungi kolega, tapi melayani rakyat. Jika kritik dianggap ancaman, itu tanda wakil rakyat lupa siapa tuannya,” kata Wilson.

    Menutup pernyataannya, Wilson Lalengke menyerukan agar budaya “asal bapak senang” di lingkungan DPR RI segera dihentikan. Ia menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas, bukan saling lindung di balik panji partai.

    “Kita perlu wakil rakyat yang tahan dikritik, bukan yang sibuk menyusun narasi untuk membela satu sama lain. Rakyat sudah muak dengan sandiwara politik,” pungkasnya. (TIM/Red)

    Share. Facebook Twitter Email Telegram WhatsApp Copy Link

    Related Posts

    Bali Hadir di Eropa, Menbud Fadli Zon Resmikan Pusat Kebudayaan Bali Terbesar di Polandia

    Kejaksaan Agung Memeriksa 3 Orang Saksi, Terkait Perkara Pemberian Kredit PT Sritex

    Gen Z Nak Bali Gelorakan Spirit Bung Karno Berikan Edukasi Anti Hoax dan Opini Negatif

    Don't Miss
    Berita

    By cakranews818 June 2025

    JAKARTA – PT PLN (Persero) melakukan perombakan jajaran direksi dan dewan komisaris dalam Rapat Umum…

    Bali Hadir di Eropa, Menbud Fadli Zon Resmikan Pusat Kebudayaan Bali Terbesar di Polandia

    17 June 2025

    Kejaksaan Agung Memeriksa 3 Orang Saksi, Terkait Perkara Pemberian Kredit PT Sritex

    16 June 2025
    Our Picks
    • Facebook
    • Twitter
    • Pinterest
    • Instagram
    • YouTube
    • Vimeo
    Facebook X (Twitter) Instagram Pinterest
    • Beranda
    • Artikel
    © 2025 Cakranews8. Powered by Iwana.

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.