BADUNG – Natal seharusnya menjadi momen penuh kebahagiaan dan kebersamaan keluarga, namun tidak bagi Paul La Fontaine, seorang ayah yang telah terpisah dari kedua putri kembarnya, ILF dan SLF (6 thn), selama lebih dari tiga tahun. Hati Paul hancur karena hingga kini, ia masih tidak dapat bertemu maupun merayakan Natal bersama putri-putrinya.
Paul mengungkapkan rasa sedihnya saat mendatangi rumah yang diklaim sebagai tempat tinggal kedua putrinya, di Perumahan Puri Bunga, Kuta Selatan, Badung, Bali, Selasa (24/12/2024).
“Setiap Natal, saya berharap bisa memeluk dan melihat senyum mereka, mendengar tawa mereka. Tetapi kenyataannya, kali ini sudah ke tiga kalinya saya merayakan Natal hanya ditemani kesunyian dan rasa sakit,” ujar Paul dengan lirih.
Pada hari Natal ini, Paul mendatangi rumah tersebut dengan membawa beragam hadiah yang telah ia kemas dengan penuh cinta untuk kedua putri kembarnya. Namun, saat dirinya mengetuk pintu rumah, tidak ada seorang pun yang menyambutnya.
“Saya sangat rindu bertemu kedua putri kembar saya. Hati saya hancur. Saya benar-benar merasa sangat sedih,” ujar Paul dengan mata berkaca-kaca.
Rumah yang ditempati oleh mantan istrinya bersama suami barunya itu dikelilingi tembok setinggi lima meter, dilengkapi pecahan kaca dan kawat berduri, tanpa jendela, sehingga tampak seperti benteng tertutup dari dunia luar. “Melihat rumah ini, dengan tembok tinggi, kaca pecah, dan kawat berduri, saya merasa seperti mereka dipenjara dari dunia luar. Itu bukan tempat untuk anak-anak saya,”<span;> ucapnya dengan nada penuh kekecewaan.
Perpisahan Paul dengan putri kembarnya bermula pada 26 Agustus 2022, ketika mereka dibawa paksa oleh sang ibu dan disembunyikan. Selama ini, Paul telah menempuh berbagai langkah hukum untuk mendapatkan akses bertemu dengan anak-anaknya. Berdasarkan keputusan pengadilan di Indonesia, Paul memiliki hak asuh bersama (Joint Custody), namun hak tersebut tidak dapat ia jalankan hingga saat ini.
Paul juga telah mengirimkan undangan resmi kepada sejumlah lembaga, termasuk KPIA, KPAD, PP2PA, dan polisi, untuk dapat memfasilitasi pertemuannya dengan putri-putrinya. Ia bahkan telah menghubungi pengacara mantan istrinya, Mila Tayyeb, dengan harapan agar mantan istrinya bersedia menghormati hukum dan rekomendasi lembaga perlindungan anak.
“Saya hanya meminta agar hak anak-anak saya dihormati. Mereka berhak mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tua kandungnya,” kata Paul sambil menunjukkan dokumen keputusan pengadilan yang ia pegang.
Paul berharap perjuangannya bisa menjadi perhatian bagi semua pihak, khususnya dalam menghormati hak anak untuk memiliki hubungan yang sehat dengan kedua orang tua kandungnya.

“Setelah 11 tahun bersama, saya tidak menyangka mantan istri saya akan melakukan ini. Padahal hukum sudah jelas memberikan hak asuh bersama kepada kami,” tambah Paul.
Ia berharap doa masyarakat Bali dan perhatian dari pihak berwenang sehingga dapat membantu mewujudkan mimpinya untuk bertemu dengan anak-anaknya.
“Saya hanya ingin akses bertemu anak-anak saya. Tolong, Bali, doakan saya.
Saya berharap bisa segera bertemu mereka,” tutupnya dengan suara penuh harapan. (E’Brv)