Close Menu
    What's Hot

    Mendengar Dalam Diam, Salukat dan Yuganada Gali Bahasa Baru dari Tradisi Gamelan Bali

    8 August 2025

    Puspa Negara: Penataan Tukad Mati Kunci Keberlanjutan Pariwisata Badung

    8 August 2025

    Secangkir Kopi, Seribu Harapan, Kisah Kyle Gemmill dari Melbourne ke Bali

    8 August 2025

    Damai di Meja Hukum: Mie Gacoan Bayar Royalti Rp2,2 Miliar Akhiri Sengketa Hak Cipta

    8 August 2025
    Facebook Instagram
    Facebook X (Twitter) Instagram
    cakranews8.com
    • Beranda
    • Berita
    • Artikel
    • Politik
    • Ekonomi
    • Nasional
    • Pariwisata
    cakranews8.com
    Home»Berita»Mendengar Dalam Diam, Salukat dan Yuganada Gali Bahasa Baru dari Tradisi Gamelan Bali
    Berita

    Mendengar Dalam Diam, Salukat dan Yuganada Gali Bahasa Baru dari Tradisi Gamelan Bali

    By ebravenanda8 August 20253 Mins Read
    Facebook Twitter Email Telegram WhatsApp Copy Link
    Share
    Facebook Twitter Email Telegram WhatsApp Copy Link

    GIANYAR — Hari keempat Festival Mi-Reng: New Music for Gamelan 2025 di Ketewel, Gianyar, menjadi panggung bagi dua kelompok gamelan yang telah dikenal luas karena keberanian dan konsistensinya dalam mendorong batas ekspresi bunyi: Gamelan Salukat dan Gamelan Yuganada. Kedua kelompok ini, meski menempuh jalur estetika yang berbeda, sama-sama memperlihatkan bahwa gamelan bisa menjadi ruang terbuka bagi tafsir dan penciptaan yang tak terbatas, tanpa melepaskan diri dari akarnya.

    Sore itu, penonton disambut oleh Gamelan Yuganada. Dibentuk oleh I Wayan Sudirana, seorang komponis dan etnomusikolog yang telah lama mengelola persilangan antara tradisi Bali dan pemikiran kontemporer, Yuganada hadir membawakan dua karya bertajuk Banang I dan Banang II. Keduanya merupakan hasil eksplorasi yang menggabungkan prinsip fraktal struktur matematis yang berkembang secara berulang — dengan pola ritmis gamelan Bali.

    “Saya membayangkan gamelan sebagai ruang yang bisa berkembang seperti fraktal: berulang, tapi selalu melahirkan sesuatu yang baru,” kata Sudirana dalam sesi bincang sebelum pertunjukan. Baginya, inovasi bukan berarti meninggalkan warisan, melainkan menggali ulang kemungkinan-kemungkinan di dalamnya. Sudirana sendiri baru saja meraih penghargaan Piala Citra sebagai Penata Musik Terbaik untuk film Samsara karya Garin Nugroho, menambah panjang rekam jejaknya dalam menghadirkan gamelan Bali ke kancah internasional.

    Selepas jeda, giliran Gamelan Salukat naik ke panggung. Ensambel yang dipimpin oleh Dewa Alit ini membawa empat karya yang merepresentasikan keragaman tema dan pendekatan estetikanya: Likad, Siklus, Ngejuk Memedi, dan Baur Bentur. Salukat, yang telah hadir sejak 2007, dikenal sebagai kelompok yang menggunakan instrumen dan sistem pelarasan hasil rancangan sendiri. Bunyi-bunyian yang dihadirkan tidak hanya unik, tetapi juga menggugah pertanyaan-pertanyaan tentang bagaimana tradisi bisa menjadi landasan bagi bunyi baru.

    Artikel lain  Danrem 163/Wira Satya Resmi Tutup TMMD ke-124 di Bali Utara

    Dalam karya Likad, keresahan sosial selama pandemi diolah menjadi ritme yang terus bergerak. Siklus adalah cerminan dari kehidupan agraris Bali yang berulang dan berkelanjutan. Sementara Ngejuk Memedi membahas ketegangan antara mitos, kepercayaan lama, dan cara berpikir modern. Konser ditutup dengan Baur Bentur, sebuah kolaborasi yang mempertemukan Salukat Remaja dengan pianis Sri Hanuraga, menciptakan dialog antara dua sistem nada gamelan dan piano yang menghasilkan pengalaman musikal yang tidak biasa.

    Menurut Dewa Alit, gamelan adalah medan ide, bukan sekadar seperangkat instrumen. Ia percaya bahwa dalam gamelan tersimpan potensi bahasa bunyi baru, asalkan digali dengan kesadaran dan keberanian mencipta. Pengakuan internasional terhadap karya-karyanya telah membawa Salukat tampil di berbagai panggung dunia, dari Denmark hingga Norwegia, menjadikannya salah satu wajah baru gamelan Bali di mata dunia.

    Pertemuan Salukat dan Yuganada dalam satu malam menjadi peristiwa musikal yang langka. Di tengah perubahan zaman yang cepat, keduanya menunjukkan bahwa gamelan bukanlah sesuatu yang statis. Ia bisa berubah, tumbuh, dan berbicara dengan bahasa baru namun tetap menyimpan denyut nadi masa lalu yang menghidupinya.

    Festival Mi-Reng, yang berlangsung dari 2 hingga 6 Agustus di Gedung Kompas Gramedia Ketewel, digagas sebagai ruang untuk mendekonstruksi dan merekonstruksi gamelan. Tahun ini, festival mengusung tema “Mendengar Dalam Diam”, sebuah ajakan untuk menyimak ulang tradisi dengan keheningan yang penuh kesadaran. Sebanyak sebelas ensambel dari berbagai wilayah tampil membawakan karya-karya yang mencerminkan keberagaman pendekatan, dari elektroakustik hingga interdisipliner.

    Dukungan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui Dana Indonesiana serta LPDP menjadikan festival ini tak hanya sebagai ruang pertunjukan, tetapi juga wadah pertemuan ide, semangat, dan kolaborasi lintas generasi.

    Artikel lain  PAN Bali Gelar Musyawarah Wilayah, Siapkan Pengurus DPW Bali 2024-2029

    Di Mi-Reng 2025, gamelan tidak hanya berbicara lewat bunyinya, tapi juga melalui gagasan-gagasan yang lahir dari perenungan panjang. Sebuah ruang di mana tradisi tidak dibekukan, tetapi dihidupkan kembali dengan bentuk, nada, dan semangat yang baru. (Tim-08)

    Share. Facebook Twitter Email Telegram WhatsApp Copy Link

    Related Posts

    Puspa Negara: Penataan Tukad Mati Kunci Keberlanjutan Pariwisata Badung

    Damai di Meja Hukum: Mie Gacoan Bayar Royalti Rp2,2 Miliar Akhiri Sengketa Hak Cipta

    Sinergi TNI & Media Mitra: Nobar Film ‘Believe’ di Park 23 Kuta

    Dukung Ekosistem Sungai, Festival ‘I Love My River’ Jadi Ajang Peduli Lingkungan dan Wisata Budaya

    Don't Miss
    Berita

    Mendengar Dalam Diam, Salukat dan Yuganada Gali Bahasa Baru dari Tradisi Gamelan Bali

    By ebravenanda8 August 2025

    GIANYAR — Hari keempat Festival Mi-Reng: New Music for Gamelan 2025 di Ketewel, Gianyar, menjadi…

    Puspa Negara: Penataan Tukad Mati Kunci Keberlanjutan Pariwisata Badung

    8 August 2025

    Secangkir Kopi, Seribu Harapan, Kisah Kyle Gemmill dari Melbourne ke Bali

    8 August 2025
    Our Picks
    • Facebook
    • Twitter
    • Pinterest
    • Instagram
    • YouTube
    • Vimeo
    Facebook X (Twitter) Instagram Pinterest
    • Beranda
    • Artikel
    © 2025 Cakranews8. Powered by Iwana.

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.