Close Menu
    What's Hot

    BNN, Kemendesa PDT, dan Polri Bersinergi Wujudkan Desa Bersinar di Banten

    7 August 2025

    Sinergi TNI & Media Mitra: Nobar Film ‘Believe’ di Park 23 Kuta

    6 August 2025

    Dukung Ekosistem Sungai, Festival ‘I Love My River’ Jadi Ajang Peduli Lingkungan dan Wisata Budaya

    6 August 2025

    Tim Penyidik Kejaksaan Agung Sita 5 Mobil Mewah Terkait Dugaan Korupsi Minyak Mentah PT Pertamina

    5 August 2025
    Facebook Instagram
    Facebook X (Twitter) Instagram
    cakranews8.com
    • Beranda
    • Berita
    • Artikel
    • Politik
    • Ekonomi
    • Nasional
    • Pariwisata
    cakranews8.com
    Home»Cerita Rakyat»Rasa yang Menyangga Republik
    Cerita Rakyat

    Rasa yang Menyangga Republik

    By cakranews820 July 20252 Mins Read
    Facebook Twitter Email Telegram WhatsApp Copy Link
    Share
    Facebook Twitter Email Telegram WhatsApp Copy Link

    Oleh: Ngurah Sigit

     

    BATUKARU – Di sebuah lereng sunyi Gunung Batukaru, Bali, seorang petani bernama Nanang Lecir menjawab dua pertanyaan dari seorang kakek tua berjenggot putih:

    “Mengapa guru pengabdi selalu mengutamakan muridnya? Dan mengapa telik sandi selalu mengutamakan pengorbanan?”

    Jawaban Nanang Lecir hanya satu kata: rasa.

    Rasa memiliki. Rasa menyayangi. Rasa mengasihi. Dan rasa mencintai negeri, dengan panji merah putih sebagai pusat getarnya.

    Kisah ini memang fiktif. Namun nilai yang dikandungnya sangat nyata: bahwa republik ini tidak hanya berdiri di atas fondasi formal kenegaraan, tetapi juga di atas pengabdian-pengabdian senyap. Mereka yang tidak tercatat dalam sejarah resmi, tetapi sesungguhnya menyangga keberlangsungan negara: guru-guru di pedalaman, petani-petani kecil yang menjaga pangan nasional, dan pengabdi negara yang hidup dalam kesunyian dan risiko.

    Dalam narasi pembangunan nasional, mereka sering absen dari panggung besar. Nama mereka jarang disebut. Wajah mereka tak menghiasi forum atau layar media. Tapi mereka memiliki rasa nilai batin yang jauh melampaui logika upah atau pengakuan.

    Di sinilah letak urgensi refleksi kita hari ini: ketika banyak segmen kehidupan publik didominasi oleh pencitraan dan politik transaksional, rasa menjadi barang langka. Ketulusan digantikan oleh kepentingan. Dan pengabdian sering kali harus dibarengi sorotan.

    Padahal, dalam sejarah kebangsaan, republik ini dibangun oleh orang-orang seperti Nanang Lecir. Orang-orang biasa yang dengan sadar memilih jalan sepi. Mereka tidak mengejar pamrih. Mereka tidak menunggu sorak. Mereka hanya bekerja dengan rasa. Rasa yang menjadi inti dari nilai kebangsaan itu sendiri.

    Maka pertanyaannya: apakah republik masih merawat rasa? Apakah sistem negara masih memberi ruang dan penghormatan pada pengabdian sunyi? Ataukah semua nilai kini ditakar dengan angka dan algoritma?

    https://cakranews8.com/wp-content/uploads/2025/07/VID-20250720-WA0009.mp4
    Artikel lain  Rasa Hulu Yeh Ho

    Dalam situasi politik yang semakin pragmatis, dan tata ekonomi yang makin padat kompetisi, kita perlu kembali menghidupkan kesadaran bahwa tidak semua yang penting harus tampak. Dan tidak semua yang menentukan harus bising. Republik ini tidak bisa hidup hanya dengan elite dan kebijakan; ia memerlukan rasa dari warga biasa, yang tetap setia meski tak terlihat.

    Di tengah dunia yang makin riuh, barangkali kita perlu lebih banyak mendengar suara dari Gunung Batukaru: bahwa pengabdian bukan soal panggung, tapi soal rasa.

    Penulis Adalah : Sosiolog, Budayawan dan Pemerhati Media.

    Share. Facebook Twitter Email Telegram WhatsApp Copy Link

    Related Posts

    Rasa Hulu Yeh Ho

    Tiang Merah Putih Nang Lecir

    Dongeng Melati di Gubuk Tua

    Don't Miss
    Hukum

    BNN, Kemendesa PDT, dan Polri Bersinergi Wujudkan Desa Bersinar di Banten

    By cakranews87 August 2025

    Lebak, Banten — Sinergi lintas lembaga dalam memperkuat desa sebagai garda terdepan Pencegahan dan Pemberantasan…

    Sinergi TNI & Media Mitra: Nobar Film ‘Believe’ di Park 23 Kuta

    6 August 2025

    Dukung Ekosistem Sungai, Festival ‘I Love My River’ Jadi Ajang Peduli Lingkungan dan Wisata Budaya

    6 August 2025
    Our Picks
    • Facebook
    • Twitter
    • Pinterest
    • Instagram
    • YouTube
    • Vimeo
    Facebook X (Twitter) Instagram Pinterest
    • Beranda
    • Artikel
    © 2025 Cakranews8. Powered by Iwana.

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.