DENPASAR – Pengadilan Negeri Denpasar kembali menggelar sidang gugatan perdata terhadap PT Booking Indonesia dan Booking.com B.V., perusahaan penyedia layanan pemesanan hotel daring, Senin (23/12/2024).
Gugatan tersebut dilayangkan oleh Tri Prasetyo Ari Wibowo, seorang konsumen yang merasa dirugikan akibat pembatalan sepihak pemesanan hotel oleh Booking.com, yang berujung pada kerugian finansial dan hilangnya peluang bisnis.

Dalam agenda persidangan hari ini, kuasa hukum penggugat, Sugiyanto, S.H., menyampaikan perkembangan terbaru kasus tersebut. “Majelis hakim meminta agar putusan pencabutan gugatan awal diajukan secara tertulis melalui e-court, dengan penetapan pencabutan dijadwalkan pada 6 Januari 2025. Setelah itu, kami akan mengajukan perbaikan gugatan baru dengan redaksi yang telah kami sesuaikan,” ujarnya.
Dalam gugatan awal, Tri Prasetyo meminta kompensasi sebesar 2 juta dolar Singapura atas kerugian langsung. Namun, dalam perbaikan gugatan yang diajukan, nilai tuntutan akan diperluas dengan menambahkan adanya kerugian potensial akibat gagalnya kegiatan lanjutan.
“Kami juga meminta audit independen terhadap Booking.com, baik dari sisi perpajakan di Indonesia maupun audit digital di Belanda. Hal ini untuk memastikan transparansi transaksi dan kepatuhan hukum perusahaan terhadap pelanggan dan mitranya di Indonesia,” jelas Sugiyanto.
Kasus ini bermula pada 23 Januari 2024 ketika Tri Prasetyo memesan kamar di Hotel Pullman Singapore Orchard untuk periode 31 Januari hingga 7 Februari 2024, senilai 2.699,81 dolar Singapura. Namun, pada 25 Januari, pemesanannya dibatalkan secara sepihak oleh pihak hotel atas perintah dari Booking.com.
“Saya tidak pernah membatalkan pemesanan itu. Pembatalan sepihak ini membuat saya harus mengeluarkan biaya tambahan sebesar 3.268,45 dolar Singapura untuk menginap di hotel yang sama, selain mengalami kekacauan besar dalam perjalanan bisnis saya,” ungkap Tri Prasetyo.
Tri menambahkan bahwa insiden ini menyebabkan gangguan serius dalam kegiatannya, termasuk konsultasi bisnis penting dan transaksi bernilai tinggi yang akhirnya gagal terlaksana. “Kerugian ini bukan hanya soal uang. Ketenangan, konsentrasi, dan peluang bisnis saya hilang begitu saja karena kesalahan pihak Booking.com,” tambahnya dengan nada kecewa.

Tri Prasetyo mengungkapkan rasa kecewanya terhadap tanggapan pihak Booking.com yang dinilai tidak menunjukkan itikad baik. “Setelah pembatalan itu, saya mencoba meminta reinstate (pengembalian) pemesanan, tetapi respons mereka sangat mengecewakan. Mereka malah menyalahkan saya, dan hingga saat ini belum ada permintaan maaf yang layak,” ujarnya.
Tawaran kompensasi sebesar 1.000 euro oleh Booking.com pada Oktober 2024 juga dianggap sebagai penghinaan. “Mereka menawarkan kompensasi kecil seperti itu setelah kasus ini diajukan ke pengadilan. Seolah-olah mereka tidak peduli dengan kerugian besar yang saya alami,” tegasnya.
“Kasus ini tidak hanya tentang saya, tetapi juga tentang keadilan bagi semua konsumen yang merasa dirugikan oleh perusahaan besar seperti Booking.com. Saya berharap langkah ini bisa mendorong perubahan yang lebih baik,” tutup Tri Prasetyo.
Sidang lanjutan kasus ini dijadwalkan pada 6 Januari 2025, di mana Majelis Hakim akan menetapkan pencabutan gugatan awal sebelum pengajuan gugatan baru. Gugatan ini dinilai menjadi ujian besar bagi perusahaan global seperti Booking.com dalam menunjukkan tanggung jawabnya kepada konsumen, terutama di Indonesia.
Kuasa hukum tergugat yang hadir dalam persidangan hari itu menolak memberikan komentar saat dikonfirmasi. “No comment,” ujarnya singkat kepada awak media. (E’Brv)