JAKARTA – Cakranews8.com, Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose virtual dalam rangka menyetujui 1 (Satu) permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme Restorative Justice (keadilan restoratif) pada Kamis 17 April 2025.
Adapun perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap Tersangka Erwin Bin (Alm) Abdul Malik dari Kejaksaan Negeri Bontang, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.
Kronologi bermula pada hari Jumat, 17 Januari 2025 sekitar pukul 21.00 WITA, Tersangka mendatangi temannya, Sdr. Zaenal Anwar dan meminta untuk ditemani mengambil satu unit mesin genset yang diklaim oleh Tersangka telah dibelinya namun belum sempat diambil. Tersangka dan Saksi Zaenal kemudian berboncengan menggunakan sepeda motor Honda Beat warna hitam dengan nomor polisi KT 2646 DU menuju wilayah Berbas, Kota Bontang.
Sekitar pukul 22.30 WITA, keduanya tiba di depan rumah milik Saksi Korban Maryam bin (Alm) Cakki yang beralamat di Jl. Bunaken RT 19, Kelurahan Berbas Pantai, Kecamatan Bontang Selatan. Tersangka kemudian meminta Saksi Zaenal untuk menunggu di atas motor, sementara Tersangka menuju ke samping rumah Saksi Maryam dan langsung mengambil satu unit mesin genset yang berada di lokasi tersebut.
Aksi Tersangka diketahui oleh Saksi Muh. Aladin yang merasa curiga dan langsung menghampiri. Ketika ditanya, Tersangka menyampaikan bahwa genset tersebut adalah miliknya yang baru diambil. Namun karena masih merasa curiga, Saksi Muh. Aladin merekam aktivitas Tersangka menggunakan ponsel. Menyadari dirinya direkam, Tersangka segera pergi dari lokasi sambil membawa mesin genset.
Tersangka kemudian kembali menemui Saksi Zaenal yang masih menunggu dan meminta diantar pulang ke rumahnya. Setelah tiba di rumah Tersangka, Saksi Zaenal langsung pergi tanpa menerima imbalan apapun.
Keesokan harinya, Sabtu 18 Januari 2025, Tersangka membongkar mesin genset tersebut hingga tidak utuh dengan maksud mempermudah proses penjualan. Berdasarkan keterangan Tersangka, hasil penjualan rencananya akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari karena yang bersangkutan belum memiliki pekerjaan tetap.
Akibat kejadian tersebut, Saksi Maryam mengalami kerugian materil sebesar Rp1.500.000 (satu juta lima ratus ribu rupiah).
Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Bontang, Otong Hendra Rahayu, S.H., M.H., Kasi Pidum Ridhayani Natsir, S.H., M.H. serta Jaksa Fasilitator Rakha Vardian, S.H. menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.
Dalam proses perdamaian, Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada Saksi Korban. Lalu Saksi Korban meminta agar proses hukum yang dijalani oleh Tersangka dihentikan.
Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Bontang mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur Dr. Iman Wijaya, S.H., M.Hum
Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Kamis 17 April 2025.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
● Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
● Tersangka belum pernah dihukum;
● Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
● Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
● Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
● Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
● Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
● Pertimbangan sosiologis;
● Masyarakat merespon positif.
“Para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas JAM-Pidum.(Tim13)