Close Menu
    What's Hot

    Ibu Asuh Hutan

    16 December 2025

    Penglipuran Mantapkan Langkah Menuju Pariwisata Regeneratif di Bali

    14 December 2025

    Pansus TRAP DPRD Bali Raih Jagran Achiever Award 2025, Kiprah Jaga Alam Diakui Internasional

    14 December 2025

    Darmawan Prasodjo Mengabdi Dengan Hati.

    13 December 2025
    Facebook Instagram
    Facebook X (Twitter) Instagram
    cakranews8.com
    • Beranda
    • Berita
    • Artikel
    • Politik
    • Ekonomi
    • Nasional
    • Pariwisata
    cakranews8.com
    Home»Artikel»Edisi : 0013, Nang Lecir dan Langit yang Terbelah.
    Artikel

    Edisi : 0013, Nang Lecir dan Langit yang Terbelah.

    By cakranews816 July 20253 Mins Read
    Facebook Twitter Email Telegram WhatsApp Copy Link
    Share
    Facebook Twitter Email Telegram WhatsApp Copy Link

    Oleh : Ngurah Sigit

     

    DENPASAR – Pagi di desa Kahuripan selalu datang dengan suara gemericik air irigasi dan derit bambu yang dipakai menahan burung di pematang. Namun hari itu berbeda. Langit yang biasanya tenang kini berisik. Sebuah benda melayang, mengeluarkan suara menderu seperti tawon raksasa.

    Nang Lecir, seorang petani sepuh yang setia menggantungkan hidup dari tanah warisan leluhurnya, menghentikan pekerjaannya. Tangannya yang kotor lumpur menggenggam erat cangkul, matanya menatap langit dengan kerut yang makin dalam.

    “Itu teknologi terbaru,” suara berat menggema dari pinggir sawah. Seorang pria berkemeja bersih dan sepatu kulit berdiri di atas pematang. Ia adalah Tuan Tanah, pemilik lahan yang kini lebih sering tampil di layar televisi desa daripada menyentuh lumpur.

    “Drone penyemprot pupuk cair. Cepat, efisien, dan tidak perlu banyak tenaga manusia. Termasuk sawahmu juga dapat jatahnya.”

    Nang Lecir mengangguk pelan. Tidak setuju, tapi tak kuasa menolak. Di tangannya, Tuan Tanah meletakkan sebotol kecil cairan kimia.

    “Ini untuk tikus. Supaya padimu tidak habis sebelum panen.”

    Nang Lecir tidak langsung bicara. Ia hanya menatap botol itu dalam-dalam, seolah cairan di dalamnya bisa menjawab keraguan yang bergemuruh di dadanya.

    “Sejak kapan alam butuh racun untuk menyeimbangkan dirinya?” pikirnya. “Tikus ada karena ada sisa panen. Ular datang memburu tikus. Burung elang menukik memburu ular. Rantai itu tidak pernah rusak sampai manusia mulai memutusnya.”

    Tapi siapa dia? Hanya petani renta tanpa gelar. Tidak punya kuasa menolak. Hanya bisa diam dan itu lebih menyakitkan daripada tanah yang mengering.

    Malam hari, saat orang lain tidur, Nang Lecir kembali ke sawah. Ia tidak membawa botol racun, tapi bibit serai, batang pandan, dan seikat jerami. Ia tahu, bau alami dari tanaman tertentu bisa mengusir tikus tanpa membunuh ekosistemnya.

    Artikel lain  Sentral Wajah Organisasi yang Menginspirasi

    Ia menanam serai di tepi pematang. Membuat jebakan tikus sederhana dari bambu dan ember. Di tengah sawah, ia dirikan tiang tinggi. Di atasnya, ia bentuk burung elang dari pelepah pisang dan karung goni. Patung itu tidak sempurna, tapi cukup untuk menggetarkan naluri tikus dan menyapa langit yang mulai sepi dari burung.

    Hari demi hari, sawahnya mulai pulih. Tikus berkurang, tanah menjadi gembur karena tak terpapar racun. Air mengalir jernih, dan burung-burung kembali. Waktu panen tiba, padi Nang Lecir berdiri gagah, berisi, dan harum.

    Tuan Tanah datang, heran melihat hasilnya.

    “Lho, Lecir. Kok bisa sawahmu malah paling bagus? Padahal kau tak pakai drone, pupuk cair, atau racun?”

    Nang Lecir menatapnya tenang. Ia tahu pertanyaan itu bukan untuk dijawab, tapi untuk direnungkan.

    “Saya bukan menolak teknologi,” ujarnya pelan. “Tapi saya tidak akan membunuh keseimbangan demi hasil cepat. Tanah ini bukan sekadar ladang. Ini warisan. Ini hidup.”

    Tuan Tanah terdiam. Di belakangnya, drone masih berdengung, tapi suara itu kini kalah oleh desir angin dan nyanyian burung yang kembali ke langit desa.

    Penulis Adalah : Sosilog. Budayawan dan Pemerhati Media.

    Share. Facebook Twitter Email Telegram WhatsApp Copy Link

    Related Posts

    Ibu Asuh Hutan

    Darmawan Prasodjo Mengabdi Dengan Hati.

    Pengabdian Tanpa Akhir Komjen Pol ( P ). Putu Jayan Danu Putra

    Sebuah Pesan dari Gubernur Koster di Manis Kuningan

    Don't Miss
    Artikel

    Ibu Asuh Hutan

    By cakranews816 December 2025

    Oleh : Ngurah Sigit DENPASAR – Negeri ini sesungguhnya tidak kekurangan ibu. Kita hanya…

    Penglipuran Mantapkan Langkah Menuju Pariwisata Regeneratif di Bali

    14 December 2025

    Pansus TRAP DPRD Bali Raih Jagran Achiever Award 2025, Kiprah Jaga Alam Diakui Internasional

    14 December 2025
    Our Picks
    • Facebook
    • Twitter
    • Pinterest
    • Instagram
    • YouTube
    • Vimeo
    Facebook X (Twitter) Instagram Pinterest
    • Beranda
    • Artikel
    © 2025 Cakranews8. Powered by Iwana.

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.