DENPASAR – Forum Diskusi Transportasi Publik Bali (FDTP Bali) menyatakan keprihatinannya atas kondisi transportasi publik di Bali yang semakin memburuk, terutama pasca penghentian layanan Trans Metro Dewata (TMD).
Dalam pernyataan sikapnya yang dibacakan pada acara Bali Bicara Transportasi Publik bertempat di Rumah Tanjung Bungkak, Denpasar, Jum’at (24/01/2025), FDTP Bali menegaskan bahwa Bali kini berada dalam situasi darurat transportasi publik, yang jika tidak segera ditangani akan berdampak besar pada kemacetan, kualitas udara, pariwisata, hingga kesejahteraan masyarakat.

FDTP Bali, yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat seperti akademisi, pelajar, mahasiswa, komunitas disabilitas, hingga pedagang kecil, menyerukan langkah cepat dari pemerintah daerah dan pusat untuk memperbaiki kondisi ini. Mereka menyoroti bahwa transportasi publik merupakan kebutuhan wajib yang diamanatkan oleh UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, serta Perda Bali No. 6 Tahun 2023. Sayangnya, alokasi anggaran untuk transportasi publik dari dana pariwisata tidak terealisasi, meski pendapatan daerah dari wisatawan asing melebihi target.
FDTP Bali mengungkapkan, penghentian TMD telah memicu berbagai masalah serius, antara lain:
• Kemacetan meningkat akibat masyarakat beralih ke kendaraan pribadi.
• Polusi udara makin parah, terutama di Bali Selatan, berdampak pada kesehatan masyarakat.
• Menurunnya daya tarik wisata Bali, dengan keluhan wisatawan terkait kemacetan.
• Meningkatnya biaya hidup masyarakat, terutama kalangan rentan seperti lansia, disabilitas, dan pelajar, yang terpaksa menggunakan transportasi pribadi atau ojek online dengan biaya jauh lebih tinggi.
• Ancaman terhadap target Bali Emisi Nol Bersih 2045, mengingat sektor transportasi merupakan salah satu penyumbang emisi terbesar di Bali.

Dyah Rooslina, penggiat sosial dan penggagas petisi “Selamatkan TMD,” menegaskan bahwa penghentian layanan transportasi publik ini membawa dampak yang meluas. “Anak-anak sekolah terpaksa pindah sekolah karena orang tua tidak mampu membayar ojek online. Pedagang kecil kehilangan penghasilan karena tidak bisa menjangkau lokasi jualan. Bahkan ada yang mengalami kecelakaan dan sakit karena dampak ini,” ungkapnya.
Dyah juga menyayangkan tidak adanya alokasi dana untuk transportasi publik dari dana pariwisata meskipun Perda No. 6 Tahun 2023 mengatur hal tersebut. “Target pendapatan dari wisatawan asing mencapai Rp318 miliar, melampaui target Rp250 miliar. Namun, tidak ada dana yang dialokasikan untuk transportasi publik seperti TMD, yang hanya membutuhkan Rp80-90 miliar. Padahal, transportasi publik adalah kebutuhan wajib,” ujarnya.

FDTP Bali mendesak pemerintah segera mengambil langkah-langkah berikut:
• Memprioritaskan transportasi publik dalam kebijakan dan anggaran, dengan meningkatkan alokasi untuk infrastruktur dan operasional.
• Mengembalikan layanan TMD, yang terbukti menjadi solusi transportasi massal di Bali.
• Membentuk badan khusus transportasi publik, yang memiliki strategi ekonomi berkeadilan dan mendukung keberlanjutan, melibatkan kabupaten/kota di Bali.
• Sosialisasi dan edukasi masyarakat untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman pentingnya menggunakan transportasi publik.
Dyah juga menyoroti minimnya contoh dari aparatur sipil negara (ASN) yang seharusnya menjadi teladan dalam menggunakan transportasi publik. “Di Jawa Timur, ASN diwajibkan naik transportasi umum seminggu sekali. Kenapa Bali tidak menerapkan kebijakan serupa? ASN membawa kendaraan pribadi, masyarakat pun ikut-ikutan,” tambahnya.

FDTP Bali menegaskan bahwa tanpa transportasi publik yang layak, Bali menghadapi ancaman serius terhadap daya tarik pariwisata, lingkungan, dan kesejahteraan masyarakat. “Kami meminta pemerintah segera mengoperasikan kembali TMD. Ini menyangkut hajat hidup orang banyak. Jangan biarkan masyarakat semakin dirugikan,” pungkas Dyah.
Dengan kondisi saat ini, FDTP Bali berharap pelantikan Gubernur baru pada 6 Februari dapat menjadi momentum untuk mewujudkan kebijakan yang berpihak pada transportasi publik. Bali tidak hanya membutuhkan, tetapi juga berhak atas transportasi publik yang aman, nyaman, terjangkau, dan berkelanjutan.
Kegiatan acara ini juga diisi dengan talk show interaktif yang menghadirkan pembicara dari para pegiat transportasi dan tokoh masyarakat, dihadiri oleh para pemerhati, pengguna dan pekerja di Bus TMD. (Tim-08)