_Oleh: Habiburokhman_
JAKARTA – Kebebasan pers adalah salah satu perjuangan kita sejak era sebelum era reformasi. Saat kuliah di FH Unila tahun 90 an, media mahasiswa yang saya pimpin pernah dilarang terbit oleh Kejaksaan Agung.
Kebebasan pers kita saat ini adalah buah perjuangan reformasi yang sama-sama bisa kita nikmati. Namun dalam semua konteks kehidupan memang selalu ada penyimpangan dari hal-hal baik, termasuk soal kebebasan pers ini.
Majalah Tempo yang terbit 7 April 2025 membuat narasi fitnah bahwa Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad terkait dengan praktek judi kasino dan judi online di Kamboja. Narasi fitnah dibangun dengan sangat keji, meski tanpa data dan fakta apapun.
Pembangunan narasi dimulai dari Cover Tempo menulis highlight yang berbunyi “Tentakel Judi Kamboja. Sejumlah Pengusaha dan Politikus mengendalikan kasino darat dan udara di Kamboja yang menyasar pemain dari Indonesia. Laporan Tempo dari kota judi Shihanoukvile dan Poipet. H.60.” Artinya tulisan di Cover ini merujuk pada artikel di halaman 60 dan seterusnya.
Kemudian di Hal 60 tertulis “Banyak pengusaha Indonesia berbisnis Kasino di Kamboja. Mereka ditengarai turut meraup cuan dari judi online. Nama politikus Sufmi Dasco Ahmad ikut mencuat.”
Di luar dua kalimat di atas, Tempo sama sekali tidak menunjukkan seperti apa peran Dasco dalam aktivitas Judi Onliene. Apakah sebagai pemilik, apakah sebagai pemegang saham, atau sebagai apapaun.
Tempo juga tidak menunjukkan bukti dokumen, bukti foto, bukti keterangan saksi atau bukti apapun terkait keterkaitan Dasco dengan judi di Kamboja. Praktis hanya dua paragraf di atas yang dimaksimalkan oleh Tempo untuk membangun opini buruk soal Dasco, sambil berupaya menghindari tuntutan hukum karena menyampaikan kalimat yang berisi fitnah.
Yang pertama, di Cover yang memuat tuduhan langsung adanya politikus yang mengendalikan kasino darat dan udara di Kamboja. Jika hanya merujuk paragraf ini Dasco tidak bisa menuntut Tempo karena namanya sama sekali tidak disebutkan.
Yang kedua, di halaman 61 yang merupakan lanjutan dari artikel di hal 60 yang dirujuk oleh tulisan di Cover yang menyebut nama Dasco tetapi tidak berisi tuduhan langsung. Disini hanya tertulis “nama Sufmi Dasco Ahmad ikut mencuat”. Jika hanya merujuk paragraf ini pun Dasco tidak bisa menuntut secara hukum karena meski namanya disebut tetapi tidak ada kalimat berisi tuduhan langsung sebagaimana terdapat pada Cover.
Namun kalau kita membaca konteks dua paragraf yang saling berkaitan tersebut, dapat dipahami bahwa Tempo secara kasar menuduh Dasco mengendalikan bisnis judi darat dan judi online di Kamboja. Tuduhan ini adalah fitnah yang sangat keji yang dibangun dengan tehnik insinuasi alias tuduhan terselubung.
Secara normatif, Pers dilarang mencampuradukkan antara fakta dan opini, pers juga dilarang menyampaikan berita berisi fitnah dan insinuasi. Norma tersebut jelas diatur baik di UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers maupun Kode Etik Jurnalisitk.
Namun urusan ini sejatinya bukan sekadar urusan Dasco dan Tempo saja. Dari kasus ini kita juga bisa menilai bahwa kebebasan pers yang kita perjuangkan berpuluh btahun dengan darah dan air mata, bisa juga disalahgunakan oleh pers itu sendiri.
Setiap kita bisa saja menjadi korban berikutnya, mungkin saat ini Dasco yang menjadi korban karena sepak terjangnya begitu luar biasa. Banyak sekali atensi-atensi kerakyatan yang dia kerjakan tentu membawa konsekuensi adanya pihak tertentu yang tidak senang dan mereka bisa saja menggunakan pers sebagai alat.
Namun demikian kami yakin rakyat sudah cerdas, tidak gampang digiring dengan pembangunan opini sesat. Pada akhirnya rakyatlah yang akan menjadi hakim yang paling jujur. (*)
_Penulis adalah Ketua Komisi III DPR RI_
(*Catatan Sekretariat PPWI Nasional: Dipublikasikan sebagai hak jawab pihak yang diberitakan, walaupun ditulis/dibuat oleh kolega berbentuk artikel opini sang penulis belaka.*)