BADUNG – Dalam upaya mengatasi berbagai tantangan yang akan melanda industri babi Bali dimasa mendatang, asosiasi pedagang, pejagal, peternak, dan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali diharapakan bisa bertemu satu meja untuk merumuskan langkah terbaik.
Tantangan yang dihadapi meliputi antisipasi banjirnya daging babi impor, ancaman virus African Swine Fever (ASF), fluktuasi harga babi yang merugikan peternak, serta penguatan peran UMKM dalam rantai pasok daging babi.
Ketua Asosiasi Jagal Babi Bali (AJBB), Ketut Suwitra, menyampaikan pentingnya kolaborasi untuk melindungi industri babi lokal.
“Impor daging babi semakin mendominasi pasar, sementara peternak kita menghadapi biaya produksi yang tinggi. Selain itu, ancaman ASF masih menjadi momok yang mengurangi populasi babi. Jika ini terus berlanjut, UMKM yang bergantung pada daging babi lokal juga akan terdampak,” ujar Suwitra, Minggu (29/12/2024)
Menurutnya, ada beberapa hal penting yang perlu dibahas, di antaranya :
1. Pembatasan Impor Daging Babi,
AJBB mendesak pemerintah pusat untuk mengurangi volume impor daging babi yang dinilai menjadi salah satu penyebab anjloknya harga babi lokal di tingkat peternak. Daging impor yang lebih murah akan membuat pasar lokal sulit bersaing.
2. Penanganan Virus ASF,
Peran Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan dalam pelaksanaan biosekuriti di tingkat peternak. Pemerintah harus berkomitmen meningkatkan pengawasan dan memberikan pelatihan kepada peternak untuk mencegah penyebaran ASF.
3. Stabilisasi Harga Babi,
Upaya untuk menjaga keseimbangan antara harga babi di tingkat peternak dan konsumen juga menjadi prioritas. Dengan formula yang tepat, harga diharapkan tetap menguntungkan bagi peternak tanpa memberatkan masyarakat.
4. Penguatan Peran UMKM,
Kolaborasi antara UMKM dengan peternak diharapkan menciptakan ekosistem yang saling menguntungkan, sekaligus memperkuat daya saing produk lokal.
Melalui sinergi ini, diharapkan industri babi lokal dapat terus berkembang meski dihadapkan pada berbagai tantangan. Dengan kolaborasi yang erat, peternak, pedagang, UMKM, dan pemerintah optimistis dapat menjaga keberlanjutan industri babi yang menjadi salah satu pilar ekonomi Bali. (Tim-08)