BADUNG – Desa Sulangai di Kecamatan Petang, Badung Utara, menjadi saksi dari kehadiran sebuah pura bersejarah yang bernama Pura Kancing Gumi. Berdasarkan penuturan Bendesa Adat Desa Sulangai, I Made Sarpa, pura ini tidak hanya menyimpan nilai spiritual yang mendalam tetapi juga perjalanan panjang yang penuh makna.
Pura Kancing Gumi bermula dari wilayah yang dahulu merupakan suatu area yang awalnya menjadi pusat kehidupan masyarakat setempat, tetapi belum memiliki nama. Setelah ditemukannya adanya batu dawa dilokasi tersebut, masyarakat baru menamakan banjarnya dengan nama Batu Lantang.
Lokasi awal pura sebelumnya berada di sekitar kantor desa Sulangai, kemudian masyarakat memutuskan untuk pindah ke area perbukitan yang saat itu masih berupa hutan lebat.
Dalam proses membuka hutan, masyarakat menemukan sebuah batu besar yang tidak bisa dipindahkan meski berulang kali dicoba. Batu tersebut, yang akhirnya pecah menjadi 11 patahan, diyakini sebagai sabda lingga, simbol spiritual yang menghubungkan manusia dengan alam. Penemuan ini menguatkan keyakinan masyarakat akan kesakralan lokasi tersebut.
Pada tahun 1990, arkeolog dari Gianyar dan Denpasar mengidentifikasi batu tersebut sebagai lingga-yoni, simbol kesuburan dalam kepercayaan Hindu. Seiring waktu, nama Kancing Gumi dianggap terlalu sakral untuk disebutkan secara langsung dan sempat diganti menjadi Pustereng Jagat, yang berarti pusat dunia.
Namun, pewisik pada tahun 2004 mengarahkan masyarakat untuk mengembalikan nama asli pura ini. Upacara besar seperti Ngentak Linggih dan Meprucuda Agung dilaksanakan untuk memperkuat energi spiritual pura sekaligus memulihkan keharmonisan jagat Bali. Pura ini kembali dikenal sebagai Pura Kancing Gumi linggih Bhatara Lingsir / Siwa Pasupati, menandai babak baru dalam sejarahnya.
Berbagai fenomena luar biasa terjadi di Pura Kancing Gumi. Salah satu yang terkenal adalah kawanan itik sebanyak 25 ekor yang tiba-tiba datang dan tinggal di area pura tanpa pemilik. Selain itu, pada saat pujawali kesembilan, ada sinar terang yang terlihat muncul dari arah pura, disaksikan oleh banyak umat yang hadir.
“Fenomena-fenomena ini semakin menguatkan keyakinan masyarakat akan keagungan pura ini sebagai pusat energi positif,” ujar I Made Sarpa, Sabtu (28/12/2024)
Kini, Pura Kancing Gumi tidak hanya menjadi tempat suci bagi umat Hindu tetapi juga terbuka bagi umat lintas agama. Banyak pengunjung hingga luar Bali, termasuk yang beragama lain, datang untuk berdoa atau melukat di beji (tempat air suci) yang ada di pura ini. Ritual melukat di sini dipercaya mampu memberikan kesembuhan baik secara fisik maupun spiritual.
“Semua umat yang datang diterima di sini selama mengikuti aturan adat yang ada. Ini adalah tempat untuk semua yang mencari kedamaian,” tambah Bendesa Adat.
Sejak 2015, Pura Kancing Gumi turut berkontribusi dalam pariwisata spiritual Desa Sulangai. Salah satu daya tariknya adalah air terjun Gua Gong yang terletak dekat area pura, memberikan simbol harmoni antara manusia dan alam.
Dengan sejarah panjangnya, Pura Kancing Gumi menjadi simbol kebhinekaan dan keharmonisan. Tradisi keagamaan tetap dilaksanakan, termasuk pujawali rutin setiap enam bulan pada Buda Manis Perangbakat. Upacara ini melibatkan seluruh umat yang datang untuk memohon keselamatan dan keseimbangan alam.
“Pura Kancing Gumi telah menjadi pusat spiritual yang dihormati oleh banyak orang, tidak hanya di Bali tetapi juga dari luar daerah. Ini adalah warisan yang harus terus dijaga,” tutup I Made Sarpa.
Terletak di tengah-tengah pulau Bali, Pura Kancing Gumi menjadi simbol keseimbangan spiritual di antara semua arah. Dengan keindahan alamnya dan nilai spiritualnya yang mendalam, pura ini tetap menjadi tempat bagi siapa saja yang mencari kedamaian dan harmoni.(Tim-08)